Beranda | Artikel
Orang Sakit
Jumat, 1 Mei 2020

ALASAN-ALASAN YANG MEMBOLEHKAN SESEORANG UNTUK TIDAK BERPUASA PADA SIANG HARI DI BULAN RAMADHAN

Pembahasan 4
ORANG SAKIT
Orang sakit yang masih bisa sembuh juga diberikan ke-ringanan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk berbuka (tidak berpuasa) dan mengharuskan kepadanya untuk mengqadha’ puasa yang dia tinggalkan itu.

Allah Ta’ala berfirman:

أَيَّامًا مَعْدُودَاتٍ ۚ فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَرِيضًا أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ

“(Yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka, jika di antara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain…” [Al-Baqarah/2: 184]

Dia juga berfirman:

فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ ۖ وَمَنْ كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ ۗ يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ

“Karena itu barangsiapa di antara kalian hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan  itu, dan barangsiapa yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagi kalian, dan tidak menghendaki kesukaran bagi kalian.” [Al-Baqarah/2: 185]

Orang yang sakit di bulan Ramadhan memiliki tiga keadaan:
Pertama, dia tidak merasa kesulitan untuk menjalankan puasa serta tidak juga puasa membahayakan dirinya, maka pada saat itu dia wajib berpuasa, karena dia tidak memiliki alasan yang membolehkan dirinya untuk tidak berpuasa.

Kedua, dia merasa kesulitan untuk menjalankan puasa, tetapi puasa tidak membahayakan dirinya sehingga dia tidak berpuasa. Saat itu tidak sepatutnya dia berpuasa, karena berpuasa pada saat itu berarti menolak keringanan yang diberikan oleh Allah Ta’ala sekaligus sebagai bentuk penyiksaan terhadap dirinya sendiri. Dan alhamdulillaah, taklif (beban) syari’at itu berda-sarkan pada kemudahan sekaligus peniadaan kesulitan dan penolakan terhadap keberatan.

Ketiga, puasa akan membahayakan dirinya, sehingga dia harus tidak berpuasa dan tidak dibolehkan baginya untuk ber-puasa. Hal itu didasarkan pada firman Allah Ta’ala:

وَلَا تَقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا

“Dan janganlah kalian membunuh diri kalian, sesungguh-nya Allah adalah Maha Penyayang kepada kalian.” [An-Nisaa’/4: 29]

Demikian juga firman-Nya:

وَلَا تُلْقُوا بِأَيْدِيكُمْ إِلَى التَّهْلُكَةِ

“Dan janganlah kalian menjatuhkan diri kalian sendiri ke dalam kebinasaan…” [Al-Baqarah/2: 195]

Dan jika ada suatu penyakit menimpa seseorang pada saat bulan Ramadhan sedang dia dalam keadaan berpuasa, serta terlalu berat baginya untuk meneruskan puasa pada hari itu, maka dibolehkan baginya untuk tidak berpuasa (berbuka) karena adanya alasan yang membolehkan dirinya untuk tidak berpuasa.

Dan jika di akhir bulan Ramadhan dia sembuh sedang dia sudah terlanjur tidak berpuasa di awal siang karena alasan tersebut, maka puasanya pada hari itu tidak sah, karena dia telah berbuka di awal pagi hari itu. Sebagaimana telah disampaikan sebelumnya, puasa berarti menahan diri dengan niat sejak terbit fajar kedua sampai matahari terbenam. Tetapi dia harus mengqadha’ selama hari-hari yang ditinggalkannya itu, فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ  “Maka (wajib-lah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain.”

Demikian juga jika berdasarkan diagnosa dan pemeriksaan dokter yang ahli dan agamanya dapat dipercaya, bahwa puasa dapat memperparah sakitnya atau menunda kesembuhannya, maka dia boleh tidak berpuasa sebagai upaya menjaga kesehatannya dan menghindari penyakit, tetapi dia tetap harus mengqadha’ puasa selama hari-hari yang ditinggalkannya.[1]

[Disalin dari buku “Meraih Puasa Sempurna”,  Diterjemahkan dari kitab “Ash-Shiyaam, Ahkaam wa Aa-daab”, karya Dr. ‘Abdullah bin Muhammad bin Ahmad ath-Thayyar, Penerbit Pustaka Ibnu Katsir].
______
Footnote
[1] Lihat kitab Haasyiyah Ibni ‘Abidin (II/422), Bidaayatul Mujtahid (I/285), al-Jaami’ li Ahkaamil Qur-aan karya al-Qurthubi (II/276), al-Umm (II/104), Majmuu’ al-Fataawaa (VI/257), al-Inshaaf karya al-Mardawi (III/285) serta Majaalis Syahri Ramadhaan karya Syaikh Muhammad bin ‘Utsaimin, hal. 33.


Artikel asli: https://almanhaj.or.id/15536-orang-sakit.html